Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI WAINGAPU
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
6/Pid.Pra/2023/PN Wgp Dr.Lely Harakai,M.Kes Alias Lely Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia Kepala Kejaksaan Negeri Sumba Timur Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 24 Okt. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 6/Pid.Pra/2023/PN Wgp
Tanggal Surat Selasa, 24 Okt. 2023
Nomor Surat --
Pemohon
NoNama
1Dr.Lely Harakai,M.Kes Alias Lely
Termohon
NoNama
1Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia Kepala Kejaksaan Negeri Sumba Timur
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Jakarta, 23Oktober 2023

Perihal  :  Permohonan Praperadilan.

Kepada Yang Mulia

Ketua Pengadilan Negeri Waingapu

Jalan Ahmad Yani 20

di-

Waingapu.

Dengan hormat,

Yang bertandatangan di bawah ini kami : DR. UMBU KABUNANG RUDI YANTO HUNGA, S.H., MH., CLI.,WAHYU RUDY INDARTO, SH., MH., AGUS SUSANTO, SH., KEBA PALA NDIMA, S.H., M.Pd., ANDRIAS TAMU AMA, S.H.,Kesemuanya Advokat pada  Kantor Advocates& Legal ConsultantsRUDI KABUNANG& ASSOCIATES”;   beralamat di  Grand Wijaya Center Blok H Nomor 7 Pulo Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Telp/Fax  : 021 – 7202889; berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 19 Oktober 2023(terlampirdalamberkas) baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama  bertindak untuk dan atas nama serta  sah  guna mewakili kepentingan hukumklien kami  :

Nama                            : Dr. LELY HARAKAI, M.Kes Alias LELY

Tempatlahir                  :Sumba Timur

Tanggallahir / Umur   : 01 September 1971 / 52Tahun

Jenis kelamin              : Perempuan

Kebangsaan                : Indonesia

Agama                          : Kristen

Pekerjaan                     : Dokter PNS

Pendidikan                  : S2 (Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan)

Alamat                           : Sesuai KTP : Melolo RT 003 RW 002 KelurahanLumbukore,

                                       KecamatanUmalulu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi

                                         Nusa Tenggara Timur.

                                         Alamat domisili : Jalan Gunung Mutis Padadita, Kelurahan

                                 Praillu, Kec. Kambera, Kab. Sumba Timur

PEMOHON dengan ini membuat, menandatangani dan mengajukan Permohonan Praperadilan berkenaan dengan sahtidaknya penetapan PEMOHON sebagaiTersangka dan segala akibat hukum yang menjadi turutannya, terhadap :

  • KEPALA KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA Cq. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI NUSA TENGGARA TIMURCq. KEPALA KEJAKSAAN NEGERI SUMBA TIMUR, beralamat di Jalan JenderalSoeharto No. 10 Kota Waingapu, Kab. Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang untuk selanjutnya disebut sebagai TERMOHON;

Adapun hal-hal yang menjadi dasar dan alasan pengajuan Permohonan Praperadilan dari PEMOHON  adalah sebagai berikut :

  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
  1. Bahwa PEMOHON telah ditetapkan sebagaiTersangka oleh TERMOHON berdasarkanSurat PenetapanTersangkaNomor : Tap-02/N.3.19/Fd.1/10/2023tanggal16 Oktober 2023,dalam perkara dugaan  Penyimpangan dalam Pengadaan Jasa Kebersihan pada Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Sumba Timur Bersumberdari Dana Badan Layanan Umum Daerah TahunAnggaran 2020 dan 2021 dengan sangkaan Primair : Pasal 2  ayat (1) Jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, Subsidair : Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentangPerubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP;

 

  1. Bahwa Lembaga Praperadilan berwenang untuk memeriksa sah tidaknya penetapan tersangka sebagai objek praperadilan berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 KUHAP dan Pasal 77 KUHAP Jo.PutusanMahkamahKonstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 dan Pasal 78 Ayat (1) KUHAP, yang telah memperluas ranah praperadilan, dimana penetapantersangka, penggeledahan dan penyitaan menjadi objek praperadilan;
  1. Bahwa dalam praktek peradilan, terhadap penetapa ntersangka yang telah dilakukan oleh Penyidik, sebagai bentuk penyeimbang dan untuk mengontrol tindakan dari Penyidik agar supaya tidak melampaui kewenangannya, maka bagi mereka yang ditetapkan sebagai Tersangka dapat mengajukan permohonan Praperadilan kepada Pengadilan Negeri yang berwenang.  Hal ini dapat kita lihat pasca putusan Mahkamah KonstitusiNomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, dimana Hakim  telah menjatuh kanputusan terkait penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan, antara lain Putusan Praperadilan dalam perkara Nomor : 36/Pid.Prap/2015/PN.JKT.Sel tanggal 26 Mei 2015 yang diajukan oleh Hadi Poernomo, dimana dalam perkara dimaksud penetapanTersangka terhadap Hadi Poernomo selaku Pemohon telah dinyatakan tidak sah;
  1. Bahwa dengan memperhatikan praktek peradilan melalui putusan Praperadilan atas penetapanTersangka serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, maka cukup alas an hukumnya bagi PEMOHON untuk menguji keabsahan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka melalui Praperadilan.
  1. ALASAN-ALASAN  PERMOHONAN PRAPERADILAN
  1. FAKTA – FAKTA HUKUM / KRONOLOGIS PERKARA
  1. Bahwa TERMOHON telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Sumba Timur Nomor : Print-01/N.3.19/Fd.1/05/2023 tanggal 12 Mei 2023 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Sumba Timur Nomor : Print-01.a/N.3.19/Fd.1/08/2023 tanggal 07 Agustus 2023, guna melakukan penyidikan atas dugaan Penyimpangan dalam Pengadaan Jasa Kebersihan pada Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Sumba Timur Bersumberdari Dana Badan Layanan Umum Daerah TahunAnggaran 2020 dan 2021;
  1. Bahwa setelah melakukan penyidikan, TERMOHON berpendirian telah diperoleh bukti yang cukup, sehingga selanjutnya telah menetapkan PEMOHON sebagaiTersangka  dalam perkara Dugaan Penyimpangan dalam Pengadaan Jasa Kebersihan pada Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Sumba Timur Bersumberdari Dana Badan Layanan Umum Daerah Tahun Anggaran 2020 dan 2021;
  1. Bahwa PenetapanTersangka atas diri PEMOHON yang dilakukanoeh TERMOHON didukung oleh bukti berupa hasil audit kerugian negara yang dilakukan oleh Inspektorat;
  1. Bahwa terkaitdengan Pengadaan Jasa Kebersihan pada Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Sumba Timur Bersumber dari Dana Badan Layanan Umum Daerah Tahun Anggaran 2020 dan 2021telah dilakukan audit oleh :
  1. Auditor Independen dari Kantor Akuntan Publik Jojo Sunarjo& Rekan sebagaimana tertuang dalam Laporan Auditor Independen Nomor : 00022/3.0410/AU.5/11/1624-1/1/V/2021.
  2. Auditor Independen dari Kantor Akuntan Publik Robert Sunusi Zulfa&Rekan sebagaimana tertuang dalam Laporan Auditor Independen No. : 00042/2.1320/AU.5/11/0919-1/1/III/2022.
  3. Audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Sumba Timur tahun 2020 - Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan KapatuhanTerhadap Peraturan Perundang-undangan, Nomor :108. B/LHP/XIX.KUP/06/2021, tanggal 4 Juni 2021.
  4. Audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Sumba Timur tahun 2021 - Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan KapatuhanTerhadap Peraturan Perundang-undangan, Nomor :113. B/LHP/XIX.KUP/05/2022, tanggal 23 Mei 2022.
  1. Bahwa berdasarkan audit yang dilakukan oleh Auditor Independen dan Badan Pemeriksa Keuangan, tidak ditemukan adanya kerugiankeuangan negara atau perekonomian negara, sebagai unsur yang menentukan untuk dapat diterapkannya ketentuan Pasal 2  ayat (1) dan Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

B. TINJAUAN HUKUM.

PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA OLEH TERMOHON TIDAK DIDUKUNG OLEH BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP.

  1. FORMIL.
  1. Bahwa TERMOHON telah menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka berdasarkan Surat PenetapanTersangka Nomor : Tap-02/N.3.19/Fd.1/10/2023 tanggal 16 Oktober 2023;
  1. Bahwa dalam menetapkan seseorang sebagai Tersangka, pada dasarnya Penyidik menggunakan “bukti permulaan” dengan digandeng asas presumption of guilt. “Bukti permulaan” yang dimaksud dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP tidak hanya sebatas alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal184KUHAP,tetapi juga dapat meliputi barang bukti yang dalam konteks hokum pembuktian universal dikenal selaku physical evidenceatau real evidence. Unjuk bukti menakar “bukti permulaan”tak dapat terlepas dari pasal yang akan disangkakan kepada tersangka. Pada hakikatnya, pasal yang akan dijeratkan berisi rumus andelik yang dalam konteks hokum acara pidana berfungsi sebagai unjuk bukti.Artinya,pembuktian adanya tindakpidanaituharuslahberpatokanpadaelementindakpidana yang adadalamsuatupasal. Untukmencegahkesewenang-wenanganpenetapanseseorangsebagaitersangka, setiap “buktipermulaan” haruslah dikonfrontasia ntara satu dan lainnya,termasuk pula dengan “calontersangka”. Berdasarkan doktrin, hal ini dibutuhkan untuk mencegah apa yang disebut persangkaan yang tak wajar;
  1. Bahwa hal tersebut dimaksudkan agar penetapanTersangka tidak mencederai hak yang dimiliki oleh seseorang, oleh karena itu untuk melindungi hak-hak tersebut, maka munculah suatu norma baru yang dilahirkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi No.21/PUU-XII/2014,yang amarputusannya sebagai berikut :

Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan“bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hokum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa“bukti permulaan”,“bukti permulaan yang cukup”,dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

  • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981,Nomor 76,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hokum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;
  • putusan tersebut, penetapan tersangka yang telah sah menjadi bagian dari objek praperadilan memberikan implikasi tersendiri terhadap penegakan hukum.Hal ini terkait dengan “bukti permulaan” dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.“Bukti permulaan” dalam KUHAP sendiri tidak diatur secara jelas kompetensinya. Oleh karena itu, implikasi dari ditetapkannya “bukti permulaan” yang harus memenuhi minimal 2 (dua)   alat bukti dalam Pasal 184 KUHAP seperti yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi tentu harus dipatuhi oleh Penyidik dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka;
  1. Bahwa Penetapan PEMOHON sebagai tersangka oleh TERMOHON adalah salah satu bentuk kesewenang-wenangan atau  bahkan bias dikatakan sebagai peyalah gunaan wewenang karena tidak didasarkan atas bukti permulaan yang cukup, sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, berdasarkan argument hokum sebagai berikut :
  1. Bahwa untuk menetapkan seseorang sebagai Tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.  Untuk itu maka harus dipenuhi unsure merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
  1. Bahwa mengenai siapa yang berhak menetapkan adanya kerugian negara atau perekonomian negara, maka secara formal harusdilakukan oleh ahli atau pihak yang berwenang menurut undang-undang untuk menetapkan adanya kerugian negara;
  1. Bahwasecara formal, terdapat 3 (tiga)  lembaga yang berwenanguntukmenghitungadanyakerugian negara dalamkasustipikor, yakni :
  • Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kewenangan BPK untuk menghitung dan menetapkan kerugian negara diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU BPK. Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) No.4 Tahun 2016 tentang Pemberlakukan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman PelaksanaanTugas Bagi Pengadilan, salah satu poinnya rumusan kamar pidana (khusus) yang menyatakan hanya Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declare kerugian keuangan negara.  Sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara, namun, tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara. Secara konstitusional, kewenangan BPK sebagai pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara tertuang dalam Pasal 23E UUD 1945 dan dipertegas kembali dalam UU No.15 Tahun 2006 tentang BPK.

  • Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Kewenangan BPKPdiatur dalam Pasal 3 huruf e Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, fungsi BPKP antara lain melakukan audit investigative terhadap kasus-kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara/daerah, audit penghitungan kerugian keuangan negara/daerah, pemberian keterangan ahli, dan upaya  pencegahan korupsi.

  • KomisiPemberantasanKorupsi.

KPK memiliki Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi yang bertugas menghitung kerugian negara dalam kasus tipikor. Kewenangan KPK untuk penghitungan kerugian Negara ditegaskan dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012, yang menyatakan bahwa dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK, melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain.Putusan MK tersebut juga menyatakan bahwa KPK bias membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPK, misalnya dengan mengundang ahli atau dengan meminta bahan dari inspektorat jenderal atau badan yang mempunyai fungsi yang sama dengan itu. Bahkan dari pihak-pihak lain (termasuk dari perusahaan), yang dapat menunjukan kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian keuangan negara dan/atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya;

Bahwa TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka berdasarkan bukti berupa Hasil Audit yang dilakukan oleh Inpektorat.  Bahwa secara formal, Inspektorat tidak berwenang untuk menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara. Secara konstitusional yang berwenang untuk menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan;

  1. Bahwa berdasarkan bukti berupa Audit dari Badan Pemeriksa Keuangan yang tidak menemukan adanya kerugian keuangan negara atau perekonomian negara”, maka secara yuridis formal, TERMOHON tidak dapat menetapkan PEMOHON sebagaiTersangka.
  1. MATERIIL.
  1. Bahwa meskipun praperadilan adalah pengujian terhadap sah tidaknya prosedur (formalitas) penyidikan, namun dalam perkembangannya telah diterima bahwa penetapan tersangka menjadi obyek/materi praperadilan, sehingga membawa implikasi hokum dan harus dimaknai dapat melakukan pengujian terhadap substansi (materiil) untuk menjawab apakah penetapan tersangka telah didasarkan pada minimal 2(dua) alat bukti yang sah atau kah tidak, dimana untuk mengetahuinya tentu harus dilakukan pengujian terhadap alat bukti tersebut, tidak hanya terbatas pada jumlah tetapi yang terpenting adalah materi alat bukti tersebut guna diketahui relevansinya dengan tersangka. Oleh karenanya beralasan pula diajukan alas an materiil/substansi dalam praperadilan;
  1. Bahwa sebagaimana diketahui bahwa tujuan hokum tidakhanya mengejar kepastian hokum semata tetapi juga harus menjamin keadilan dan kemanfaatan.Penyidik (incasuTERMOHON) sebagai penegak hokum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dituntut mampu menjamin dan menjaga keseimbangan ketiganya, yaitu selain asas kepastian hukum juga asas kepentingan umum dan proporsional sehingga tujuan hokum dapat terwujud;
  1. Bahwa TERMOHON telah menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka berdasarkan bukti berupa Hasil Audit dari Inspektorat.  Namun berdasarkan berdasarkan bukti berupa Audit dari Auditor Indepanden dan Audit dari Badan Pemeriksa Keuangan yang ternyata tidak ditemukan ada nyakerugian keuangan negara atau perekonomian negara”.  Berdasarkan hal tersebut maka TERMOHONtidak dapat menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka, karena bukti berupa Hasil Audit Internal dari Inspektorat telah terbantahkan atau tidak memiliki nilai pembuktian dengan adanya bukti berupa Hasil Audit dari Auditor Independen dan Hasil Audit dari Badan PemeriksaKeuangan;
  1. Bahwa TERMOHON selaku Penyidik seharusnya tidak menerima begitu saja kebenaran atas hasil audit yang dilakukan oleh Inspektorat, karena terkait permasalahan yang disidik oleh TERMOHON telahdilakukan Audit oleh Auditor Independen dan Badan PemeriksaKeuangan, dimana dalam audit tersebut tidak ditemuka nadanya KERUGIAN KEUANGAN NEGARA ATAU PEREKONOMIAN NEGARA;

Bahwa berdasarkan bukti berupa Audit dari Auditor Indepanden dan Audit dari Badan Pemeriksa Keuangan yang tidak menemukan adanya kerugian keuangan negara atau perekonomian negara”, maka terbukti penetapan PEMOHON

  1. sebagai Tersang katidak didukung oleh bukti permulaan yang cukup, karena kesempurnaan alat bukti untuk menetapkan PEMOHON sebagai tersangka atau membawa perkara tersebut ke ranah pidana telah melanggar azas “preponderance of evidence”, dimana TERMOHON tidak cermat dan hati-hati dalam menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka.

Bahwa berdasarkan uraian di atas maka menurut hemat PEMOHON, penetapanTersangka atas diri PEMOHON, meskipun sudah melalui penyelidikan, penyidikan dan gelar perkara, tetapi oleh tidak didukung oleh bukti permulaan yang cukup, maka penetapan tersangka terhadap PEMOHON tersebut tidak procedural dan tidak sah,sehingga beralasan menurut hokum untuk dibatalkan.

Bahwa Penyidikan dan Penetapan Tersangka yang dilakukan oleh TERMOHON tersebut merupakan“upaya paks a(enforcement)”terhadap diri PEMOHON, yang merupakan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang, dan akibatnya dapat dikualifikasikan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi (personal privacy right) PEMOHON.

Dengan demikian penyidikan dan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka yang telah dilakukan olehTERMOHON adalah tindakan yang tidak sah,sehingga sangat beralasan jika PEMOHON mohon kepada Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Waingapu cq. Hakim Pemeriksa Perkara Praperadilan a quo agar menyatakan Penyidikan dan Penetapan Tersangka atas diri PEMOHON in casu adalah tidak berdasarkan hukum dan tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hokum mengikat terhadap diri PEMOHON, dan karenanya Penyidikan dan upaya lain yang menjadi turutannya harus dihentikan olehTERMOHON.

Bahwa berdasarkan alasan-alasan hokum sebagaimana terurai diatas maka permohonan Praperadilan dari PEMOHON adalah beralasan menurut hokum sehingga patut untuk dikabulkan seluruhnya;

Berdasarkan uraian alasan – alas an hokum tersebut di atas, PEMOHON dengan segala kerendahan hati mohon kepada Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Waingapu cq.Hakim Pemeriksa Perkara Praperadilan ini berkenan untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut :

PRIMAIR:

  1. Mengabulkan Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh PEMOHON untuk seluruhnya;

Menyatakan Penetapan PEMOHON sebagai Tersangka oleh TERMOHON sebagaimana tertuang dalam Surat PenetapanTersangka Nomor : Tap-02/N.3.19/Fd.1/10/2023 tanggal 16 Oktober 2023 adalah tidak berdasar hukum dan  tidak sah,  oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hokum mengikat terhadap diri PEMOHON;

  1. Menyatakan Penyidikan dan upaya hukum lain yang menjadi turutannya yang dilakukan oleh TERMOHON terhadap diri PEMOHON, sebagaimana tersebut dalam Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Sumba Timur Nomor : Print-01/N.3.19/Fd.1/05/2023 tanggal 12 Mei 2023 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Sumba Timur Nomor : Print-01.a/N.3.19/Fd.1/08/2023 tanggal 07 Agustus 2023, adalah tidak berdasar hukum dan  tidak sah, oleh karenanya penyidikan dan upaya hukum lain yang menjadi turutannya yang dilakukan oleh TERMOHON tidak mempunyai kekuatan hokum mengikat terhadap diri PEMOHON;
  1. Menyatakan tidak sah segala keputusan dan/atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON yang berkaitan dengan Penyidikan dan Penetapan Tersangka terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON;
  1. Memerintahkan kepada TERMOHON untuk menghentikan Penyidikan dan upaya hukum lain yang menjadi turutannya terkait perkara pidanase bagaimana dimaksud dalam PenetapanTersangka terhadap diri PEMOHON;
  1. Memulihkan Hak PEMOHON dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya;
  1. Menghukum TERMOHON untuk membayar biaya perkara.

SUBSIDAIR:

  • Mohon putusanseadil-adilnya dalam peradilan yang baik (ex aequo ex bono).

Demikian permohonan Praperadilan dari PEMOHON

Pihak Dipublikasikan Ya